Ngadem di Curug Cijalu, Kabupaten Subang Jawa Barat

Pusing dengan rutinitas pekerjaan sehari-hari? Itu biasa. Kesibukan rutin memang bisa membuat kita lumayan stres dan ARRRGGGHHH. Makanya, sesekali bolehlah kita berwisata atau berlibur. Masalah destinasi? Gampang. Tinggal sesuaikan dengan isi kantong dan tentu saja sesuaikan dengan kesanggupan fisik kita. Tidak perlu jauh dan mahal. Yang penting isi kepala dan hati kita bisa sedikit di-refresh agar bisa segera kembali semangat beraktivitas.

Salah satu objek wisata yang murah dan asik untuk disambangi adalah Curug Cijalu (curug: air terjun) yang terletak di Desa Cipancar, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Saya pernah mengunjungi tempat wisata yang masih bisa dibilang bersih ini pada 13 Desember 2008. Cukup lama juga ya? Memang. Tetapi, tetap saja memori tempat itu belum bisa hengkang dari benak saya. Artinya, tempat itu sangat berkesan bagi saya.

Saya masih ingat, hari itu adalah hari yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Saya mengunjungi Curug Cijalu bersama beberapa sahabat saya, yaitu  Bayu, Indra Dwi, Indra Gokil, Hada, dan Cimey.
Sebetulnya, jauh hari sebelum saya menikmati keindahan water fall yang sejuk ini, saya pernah mendengar namanya saat sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan yang sama pada pertengahan 2005. Sayangnya, waktu itu saya dan kawan-kawan sekelompok belum sempat mengunjungi tempat itu. Barulah di tahun 2008, saya berhasil mewujudkan impian (halah) untuk pergi ke tempat itu.

Curug Cijalu ini terletak pada ketinggian 1.30m dpl. Kawasan ini mempunyai curah hujan 2.700mm/tahun dengan suhu udara 18-26C. Pantas saja, suasana sejuk langsung menyergap seketika saat saya dan teman-teman sampai di tempat ini.

Jika kita ingin merasakan sejuknya udara yang bercampur dengan percikan air terjun ini, kita bisa memulai perjalanan dari Kota Bandung atau kota lain yang terkoneksi dengan Kabupaten Subang. Dari Jakarta bisa melalui Purwakarta dan Wanayasa. Dari arah Jawa Tengah dan Cirebon bisa berbelok ke Sumedang, lalu ke arah Subang. Pokoknya, banyak sekali alternatif yang bisa ditempuh. Sebaiknya, kita menggunakan kendaraan pribadi.

Saya berangkat ke Curug Cijalu pukul 10 pagi dengan menggunakan sepeda motor. Sebetulnya itu kurang pagi. Tapi maklumlah bujangan yang doyan tidur sampai siang. Haha. Saya membawa motor yang ditumpangi oleh Indra Dwi.
Sebelumnya, saya dan teman-teman berkumpul di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang berada di Jalan Dr. Setiabudi, Bandung. Jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Bandung dengan Lembang. Dari jalur ini jugalah kita bisa melanjutkan perjalanan menuju Gunung Tangkuban Perahu, Bumi Perkemahan Cikole, Pemandian Air Panas Sari Ater, dan lain-lain.

Dari kampus UPI, kami bergerak ke arah utara menuju Subang. Kami melintasi Terminal Bus Ledeng, Peneropongan Bintang Boscha, pusat penjualan sate kelinci, Lembang, Cikole, kawasan wisata Gunung Tangkuban Perahu, dan hamparan kebun teh yang hijau segar.
Sebelum sampai di pertigaan objek wisata Sari Ater, kami mengambil jalan memotong ke arah kiri, melewati Desa Cicadas. Jalan itu langsung terhubung dengan alun-alun Kecamatan Sagalaherang. Dari situ, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Cipancar.

Sesampainya di Desa Cipancar yang terhubung langsung dengan Curug Cijalu, kami mampir di sebuah warung untuk beristirahat sejenak sambil ngemil semangkuk mie ditambah bakso (ngemil kok rakus? Haha). 
Tak lama, kami pun melanjutkan perjalanan. 
Di pintu masuk, kami membeli tiket. Biaya yang harus dibayar untuk satu motor yang ditunggangi oleh 1 orang adalah Rp10.000. Tapi, jika satu motor ditumpangi 2 orang, kami cukup merogoh saku hanya Rp16.000. Sungguh murah meriah jika dibandingkan dengan keajaiban alam yang akan kami nikmati. 

Ternyata, dari pintu masuk, kami masuh harus menempuh perjalanan beberapa kilometer lagi. Sayangnya, jalanan di sana masih bisa dikatakan buruk. Jalan tanah berbatu yang ditaburi batu-batu kerikir. Jadi, kami harus ekstra hati-hati mengendarai sepeda motor. Tapi, lumayan seru lah, walau hati miris jika ingat setelah kembali berwisata, saya harus servis motor yang sudah susah-payah mendaki bukit-bukit.
Di sisi kiri dan kanan jalan, saya sering melihat bongkahan batu besar. Saya berpikir, jangan-jangan batu-batu itu adalah hasil erupsi Gunung Tangkuban Perahu di masa lalu. Saya juga saat itu baru menyadari bahwa sebetulnya Curug Cijalu ini berada tepat di tubuh Gunung Burangrang bagian utara, yang masih satu rangkaian dengan Gunung Tangkuban Perahu.

Melihat batu-batu itu, saya jadi ingat pada literasi tentang letusan Gunung Sunda, yang menurut penelitian para ahli bumi, merupakan cikal-bakal Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Burangrang, ribuan tahun lalu. Jangan-jangan, batu-batu yang ukurannya sebesar lima sepeda motor ditumpuk itu adalah muntahan dari perut bumi saat sang gunung raksasa meletus. Atau bisa jadi itu adalah hasil dari letusan Gunung Tangkuban Perahu yang terjadi setelahnya. 
Setahu saya, gunung itu sudah tiga kali meletus, sumbernya saya dapat dari buku Bandoeng Tempo Doeloe karya alm. Haryoto Kunto. 
Lalu, bagaimanakan Curug Cijalu bisa terbentuk? Wah, jadi ngebet ingin mencari banyak sumber informasi yang terkait dengan itu.
Dan setelah menempuh perjalanan selama sekitar 1 jam lebih dari Desa Cipancar, sampailah kami di hadapan air terjun yang oleh masyarakat setempat dinamai Curug Cijalu ini. Sebelum sampai ke air terjun utama, kami juga singgah di air terjun 'pembuka' yang lebih rendah. Warga sekitar biasa menyebutnya dengan Curug Parawan. Setelah bermain-main air di air terjun pertama itu, barulah saya dan teman-teman bergerak menuju Curug Cijalu yang indahnya luar biasa.

Air meluncur dengan deras dari ketinggian 70 meter. Semakin dekat dengan air terjun, gemuruhnya pun semakin terdengar hebat. Selain itu, angin dingin pun lalu-lalang bersama cipratan air. Suasana di sekeliling cukup sepi dan eksotis, juga sedikit 'mistis' tapi asik. Area tersebut dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang menciptakan suasana yang berbeda. 



Beberapa pengunjung lain terlihat asik berfoto dan bemain-main dengan air yang dingin menyegarkan. Saya dan teman-teman pun tidak mau kalah. Kami segera nyebur berbasah-basah untuk menikmati suasana yang sulit dijumpai di perkotaan.
Sayangnya, setelah cukup lama kami menikmati keindahan Curug Cijalu, cuaca mendadak mendung. Tandanya kami harus segera pulang sebelum hujan turun. 

Setelah mengeringkan tubuh sekadarnya, kami segera pulang ke Bandung. Kali ini, dari alun-alun Kecamatan Sagalaherang, kami tidak melalui Desa Cicadas seperti dalam perjalanan berangkat. Kami melanjutkan perjalanan ke arah Jalan Cagak, lalu meluncur ke arah perkebunan teh Ciater.
Tidak lupa, kami singgah di salah satu warung bandrek langganan yang ada di pinggir jalan raya Lembang-Subang. Aneka menu hangat yang asik bisa disantap di sana. Ketan bakar, jagung bakar, mie goreng, bandrek, dan lain-lain. Sangat pas dinikmati di tempat berudara dingin seperti itu.

Setelah usai beristirahat dan perut sudah diisi dengan amunisi, kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.

Wah, perjalanan itu sudah lumayan lama saya lakoni, tetapi rasanya baru kemarin. Selain itu, saya juga sangat ingin kembali ke sana bersama sahabat-sahabat saya tadi, yang sekarang sudah sibuk di 'habitat' masing-masing. Seperti saya, yang sekarang sudah nggak selangsing bocah yang ada di foto-foto halaman ini. Hahaha.

Comments

Popular posts from this blog

Tak Ada Mendung di Pulau Tidung

'Tertawan' di Negeri Serumpun Sebalai (Bangka-Belitung Part 1)